Kamis, 14 Mei 2015

Mengorbankan Bahasa Indonesia demi Gengsi dan Moderenisasi yang Salah? TIDAK



Bangsa besar dengan sejuta keindahan, itulah Indonesia. Bangsa besar dengan karakter dan rakyat membanggakan, juga Indonesia. Namun, bangsa besar dengan rakyat yang bangga terhadap bangsanya sendiri? Mungkin yang satu ini perlu direnungkan lagi.
Jujur, saya tidak bisa menahan untuk tidak segera menulis tulisan ini. Kenapa? Ya, setelah tidak sengaja melihat berbagai acara di televisi yang membuat hati saya gemes dan tergelitik, saya tidak tahan untuk menanggapi. Bagaimana tidak, saya sebagai bangsa Indonesia, anak Indonesia, generasi penerus bangsa, pelurus bangsa, atau apalah sebutannya merasa miris dengan fenomena yang terjadi akhir-akhir ini. Bahkan, seketika saya ingin berteriak meraung-raung menyadarkan mereka yang telah menanamkan kebiasaan baru yang dapat berefek serius pada kelangsungan bangsa, khususnya terhadap bahasa persatuan kita, bahasa Indonesia.
Tidak dipungkiri, bahasa Inggris sebagai bahasa internasional memang mutlak untuk dikuasai di era global ini. Pasalnya, melalui bahasa internasional masyarakat dunia dapat berinteraksi tanpa kesulitan berarti. Melalui bahasa pula, manusia dapat dengan mudah berbagi ilmu dan informasi. Namun, bukan berarti dengan mempelajari bahasa internasonal (dalam hal ini bahasa Inggris), kita jadi melupakan bahasa kita sendiri. Atau yang lebih memprihatinkan, kita lebih mengenal bahasa orang asing dibanding bahasa tanah kita sendiri.
Seperti halnya yang dialami oleh banyak anak Indonesia saat ini. Lahir di Indonesia, berdarah Indonesia, besar di Indonesia, hidup dan makan minum di Indonesia, namun sama sekali asing dengan bahasa Indonesia. Lantas, apa arti sumpah pemuda yang telah diikrarkan putera-puteri Indonesia? Pantaskah perjuangan mereka dilunturkan begitu saja demi mengejar gengsi dan modernisasi dalam artian yang salah? Silahkan renungkan sendiri.
Jika semua generasi penerus bangsa sejak lahir menelan mentah-mentah bahasa asing sebagai bahasa ibu tanpah pernah mengenal bahasanya sendiri, bayangkan yang terjadi sepuluh-lima belas tahun lagi. Akan jadi apa bangsa kita? Bangsa yang krisis identitas? Bangsa yang tidak punya bahasa sendiri seperti Singapura dan banyak negara barat? Saya akui mereka lebih maju dari kita, tapi apakah indikator kemajuan suatu bangsa sekedar berdasar pada pergantian bahasa dan sejauh mana bangsa tersebut melangkah melupakan serta menjauh dari budayanya sendiri? Tentu saja tidak. Bisa-bisa yang terjadi bukannya maju malah amnesia.
Mari kita belajar dari saudara kita, Jepang. Kemajuan Jepang yang setara dengan negara-negara di Amerika dan Eropa tidak membuat Jepang kehilangan identitasnya. Bahkan, Jepang semakin mengukuhkan budaya sebagai budaya yang justru dicintai bahkan diimpikan bangsa lain. Bahasa Jepang juga mampu bertahan di tengah derasnya arus globalisasi, bahasa Jepang juga tidak menjadi penghalang mereka berkomunikasi.
Oleh sebab itu, hendaknya kita mencintai dan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa yang mencerminkan kita sebagai bangsa besar yang memiliki jati diri. Ajarkanlah Bahasa Indonesia kepada anak cucu kita sebagai bahasa pokok mereka sehari-hari. Hal itu tentu tidak menghambat pembelajaran mereka terhadap bahasa asing bila bahasa asing diajarkan secara benar, bukan dengan menghapus Bahasa Indonesia dan menggantinya dengan bahasa asing. Dengan begitu, kita dapat membuktikan kepada dunia bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang cerdas, yang mampu menguasai berbagai bahasa tanpa meninggalkan bahasanya sendiri.